Rabu, 17 Desember 2008

Creativity Economics


Abad ke dua puluh adalah abad industrial economics, sering dihubungkan dengan manufaktur, maka kita hidup ditengah-tengah bahan mentah atau komplek pabrik yang besar. Semuanya mulai berubah sejak akhir tahun 50-an dan awal tahun 60-an, ketika kita melihat revolusi pada teknologi maju dengan implemntasi komputer, mikroelektronika dan kontrolelektronika, ditandai dengan munculnya kawasan industri Silicon Valley di Amerika yang makin dominan bersamaan dengan waktu. Sekitar tahun 80-an, budaya industrial eknomi berubah secara signifikan, dan muncullah creativity economy. Menurut Richard Florida profesor dari George Mason University dan seorang suhu dibidang kreatifitas ; Di Amerika saja sekarang terdapat sekitar 4o juta orang bekerja di creativity economic, dengan nilai bisnis sekitar $ 2 triliun, setengahnya untuk upah dan gaji.
Roger Martin dekan Rotman School of Management mengihktisarkan bahwa di dunia industrial economics orang-orang berfikir secara objektif dan analitis. Tetapi masa depan adalah milik kreator dan emphatizers, pattern recognizers (Seseorang yg memahami pola) dan meaning makers (pembuat makna). Dia mengatakan we are moving from an economic built on logical and linear capabilities to one built on inventive, emphatic capabilities of what’s rising in it’s place ; creative ages. Bisnis adalah aktifitas kreatif, organisasi yang mampu menciptakan kreatifitas akan memiliki keuntungan yang sangat krusial di era economic creativity.
Richard Florida memperkirakan di Amerika saja pada dekade yag akan datang dibutuhkan sekitar 10 juta orang yang bekerja di sektor kreatifitas ; 900 ribu di bidang IT, 195 ribu bidang rekayasa teknik, 3,5 juta di bidang kesehatan dan 400 ribu dibidang hiburan.

KEUNTUNGAN BERFIKIR KREATIF

KEUNTUNGAN DARI BERFIKIR KREATIF DAN MENYELESAIKAN MASALAH SECARA KREATIF

Sebelum saya membahas sub topik ini, silahkan dibaca pendapat dari beberapa orang pakar pendidikan Indonesia yang mencoba memotret kondisi lulusan perguruan tinggi Indonesia dihadapkan kepada tantangan dunia kerja. Ada beberapa kata kunci dari pendapat-pendapat mereka yaitu ; kemampuan bekerja tim, kreativitas, komunikasi adalah kompetensi utama yang dibutuhkan didunia kerja, bahkan hanya 4,19 % saja dari lowongan pekerjaan yang dimuat diharian Kompas mensyaratkan Indeks Prestasi minimal. Sayangnya Perguruan Tinggi lebih fokus ke yang 4,19 % dan tidak menyiapkan tiga kompetensi utama tersebut diatas.